Suatu kali, Nabi Muhammad SAW mengingatkannya agar tidak melewatkan satu hari pun tanpa bersedekah. “Setiap yang bernyawa, tanpa terkecuali, harus bersedekah setiap hari ketika matahari terbit di dalamnya.”
Salah satu budak yang merasa tidak punya harta untuk disumbangkan bertanya;
Bagaimana orang-orang seperti kami bisa bersedekah ya Rasulullah?
Nabi menjelaskan; Memang, ada banyak pintu menuju kebajikan. Membaca tasbih, tahmid, takbir, tahlil dengan takwa dan terutama amal. Mengajak manusia untuk kebaikan dan melarang kemungkaran adalah sedekah. Membersihkan bebatuan di jalan agar lebih mudah dilalui orang daripada bersedekah. Jalan bawa orang buta pantai adalah sedekah. Memberi petunjuk kepada orang yang meminta Anda adalah sedekah. Menolong orang lemah dengan kekuatan kaki dan tangan adalah sedekah. Bahkan senyummu ketika memperlakukan saudaramu adalah kebaikan.” (HR Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas memberi tahu kita bahwa sedekah memiliki makna yang luas. Sedekah tidak terbatas pada materi tetapi hanya mereka yang mampu dan kaya saja yang bisa melakukannya. Kata-kata yang menghibur atau senyuman penuh kasih terhadap orang lain juga merupakan persembahan. Ini bukan masalah amal lebih atau kurang, dalam bentuk materi atau tidak, tetapi yang penting adalah keinginan dan niat suci untuk melakukan perbuatan baik sepanjang hidup.
Sedekah menunjukkan sejauh mana bidang amal bagi seorang muslim. Sedekah berfungsi untuk mempererat hubungan antarmanusia berdasarkan empati, kasih sayang, dan persaudaraan. Memiliki sifat dermawan adalah suatu kebahagiaan dari orang yang dibantu. Seorang muslim merasa bahagia jika bisa membuat orang-orang disekitarnya bahagia.
Kisah tersebut merekam khotbah pertama Nabi Muhammad SAW di Madinah, setelah hijrah dari Makkah, saat shalat Jumat pertama tahun pertama Hijriyah, menjelaskan keutamaan sedekah. Dan barangsiapa memperoleh (dari ketiadaan), itu adalah dengan memikirkan kata-kata yang baik. Sesungguhnya, semua kebajikan akan dibalas sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat.”
Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa berbagai jenis zakat berhubungan langsung dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat. “Sesungguhnya amal saleh yang tidak terputus setelah kematiannya adalah ilmu yang dia lukai dan sebarkan, anak shalih yang dia tinggalkan, mushaf Al Quran yang dia wakafkan, masjid yang dia bangun, rumah tempat tinggal para turis yang dia tinggalkan. dibangun, sungai (irigasi) dia distribusikan, dan sedekah dia berikan ketika dia masih hidup dan Semua ini terjadi ketika seseorang meninggal nanti (HR Ibnu Majah dan Baihaqi).
Setiap amal yang bermanfaat bagi orang lain akan selalu membawa pahala bagi penulis, bahkan jika mereka telah meninggalkan alam. Sebagian besar amal jariyah selalu terkait dengan kehidupan sosial dan kemanusiaan. Semangat memberi harus diperkuat untuk memerangi keegoisan, ketidaksetaraan sosial,
Salah satu ulama, Bisyr al-Hafi mengutip Dr Sheikh Yusuf Al-Qaradawi tentang preferensi Fiqh mengatakan: Jika umat Islam ingin memahami, memiliki iman yang nyata dan mengetahui arti dari preferensi hukum, maka dia akan merasa lebih bahagia dan spiritual. suasana lebih kuat, kapan saja dia bisa mengalirkan dana untuk haji (bagi yang telah menunaikan ibadah haji) untuk merawat anak yatim piatu, memberi makan yang lapar, memberi perlindungan kepada yang terlantar, merawat yang sakit, mendidik yang tidak berpendidikan, atau memberi mereka kesempatan untuk mendapatkan respons untuk bekerja.
Setiap muslim dengan semangat ketaatan kepada Allah dan kepedulian terhadap sesama dianjurkan untuk selalu membudayakan kebaikan dengan berbuat kebaikan untuk kemaslahatan sesama sebagai sarana menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Ali Shariati, seorang pemikir Islam dari Iran mengatakan: Orang yang saleh tidak akan dibiarkan sendirian dalam hidup. Hidup akan menggerakkan dia dan waktu akan mencatat perbuatan baik. Wallahu alam bissyawaf
