
Depok, 8 Agustus 2025 – Usianya telah menginjak 60 tahun, namun semangat Pak Puguh dalam mengabdi kepada sesama tak pernah padam. Ia adalah ketua komunitas tuna netra yang dikenal luas karena dedikasinya membantu kaum disabilitas, khususnya mereka yang mengalami keterbatasan penglihatan. Tanpa pamrih dan tanpa bayaran, Pak Puguh menjadi sahabat, pembimbing, dan penggerak bagi banyak orang yang membutuhkan dukungan dan perhatian lebih.
Namun, ujian datang tiba-tiba. Sekitar satu bulan yang lalu, Pak Puguh mengalami serangan stroke. Saat bangun tidur, ia mendapati tubuh bagian kanannya tak bisa digerakkan. Sejak saat itu, aktivitasnya menjadi terbatas, dan ia harus menjalani masa pemulihan dengan penuh kesabaran. Ia telah mencoba berbagai terapi alternatif seperti akupunktur, bekam, hingga totok syaraf, dengan harapan dapat segera pulih.
Sebelum sakit, Pak Puguh bekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya. Ia memiliki empat anak; tiga telah berkeluarga dan satu masih menjalani kuliah. Selain menjalankan perannya di komunitas, ia juga membuka pintu rumahnya sebagai pusat kegiatan PAUD bagi anak-anak di lingkungan sekitar. Pendidikan dan pengabdian telah menjadi bagian dari kesehariannya.
“Saya memang senang membantu mereka yang kekurangan. Tuna netra itu sangat perlu dibantu karena mereka lebih terbatas dalam aktivitas sehari-hari,” ujar Pak Puguh lirih namun penuh keyakinan.
Sebagai bentuk kepedulian, pada hari *Jumat, 8 Agustus*, tim *Zakat Baik* hadir langsung ke kediaman Pak Puguh untuk menyerahkan bantuan berupa *kursi roda* dan *uang tunai untuk membantu biaya pengobatan dan terapi. Kursi roda ini akan sangat membantu mobilitas beliau, khususnya untuk memudahkan pergi ke masjid dan mengikuti shalat berjamaah, sesuatu yang sangat penting dalam keseharian beliau.
Bagi Pak Puguh, bantuan ini bukan sekadar dukungan materi, melainkan juga dorongan moral agar tetap kuat dan optimis menjalani proses penyembuhan. Ia berharap bisa segera pulih agar kembali aktif dalam kegiatan sosial bersama komunitas tuna netra.
Baginya, hidup akan selalu bermakna selama bisa memberi manfaat untuk sesama—khususnya mereka yang paling membutuhkan.